Another Templates


Free shoutbox @ ShoutMix
0
comments

Saturday 21 September 2013

Surga Rahasia

Karena sebenarnya perasaan yang paling perih adalah,
Ketika kau dan aku bersama dengan mereka
Tapi tidak ada satu katapun yang berani diucap
Tidak satu gerakan pun ditujukan satu sama lain

Kecuali hanya bisa mencuri dari detik saat mata bertatap
Hitungan waktu yang teramat berharga
Bagiku untuk bisa menikmati warna matamu, lengkung senyummu, kilau auramu
Detik surga kecilku.

Surga yang terus akan kubiarkan seperti adanya
Meski didalamnya tetap kukirim jutaan pesan agar oase di dalamnya tetap hidup
Pesan yang tidak ingin aku dengar jawabnya
Karena aku tahu ada hati yang ingin bebas disana.
0
comments

Tuesday 17 September 2013

Filosofi Berdansa

Sekitar pertengahan Mei lalu, London tiba-tiba terasa jadi salah satu kota paling menyenangkan sedunia. Walau kayaknya terlambat dibanding negara-negara empat musim lain, akhirnya London bisa ngerasain yang namanya musim semi yang baru dimulai pas awal Mei. Kenapa gue bilang paling menyenangkan? Karena pas musim semi, mendadak jadi banyak banget festival outdoor dan somehow keberadaan matahari memang bisa bikin mood jadi up-lifted (sejak tinggal disini gue jadi ngerti kenapa bule-bule pada suka banget ngomongin cuaca. Bahkan gue berasa sakaw ngeliatin ramalan cuaca tiap pagi dan bisa bahagia setengah mati kalau ada matahari muncul, walo gak ada apa-apanya dibanding di Indonesia). Jadi ketika musim semi kemarin, orang-orang London kayaknya udah pada gak sabar atau depresi sama winter yang kelewat lama, akhirnya walau angin masih kenceng dan lumayan dingin, mereka udah pada cuek nongkrong di luar dengan cuma pakai pakaian selapis atau dua lapis, bahkan... celana pendek saja.



Lalu hubungannya sama filosofi dansa apa?

Dari sekian banyak festival musim semi di Indonesia, tiba-tiba gue tercebur ke sebuah dance free festival yang diadain selama 3 hari di area outdoor city hall di pinggiran Sungai Thames. Tema hari pertama adalah swing dance, dilanjut besoknya brazilian zouk dan yang terakhir street dance. Dan saat itu (seinget gue) adalah momen dansa pertama gue dengan partner (dah gitu langsung dapet bule lagi.. canggih ya).


Serunya acara ini adalah si dance club akan nyediain tutorial dance selama 30 menit. Setelahnya, musik akan diputer terus selama 2 jam dan pengunjung bebas mau dansa sama partnernya kek, sama stranger tuker-tukeran kek, atau mau nonton doang. Terserah. Selama ini gue mikir, kenapa sih kalau orang dansa kok pada panik banget sama langkah, terus pada ribut takut keinjek. Ternyata bener aja. Gue yang gak bisa dansa ini, sukses nginjek kaki partner beberapa kali dan nabrak orang beberapa kali di kanan-kiri.


Momen dansa pertama gue dengan partner ini, gerakannya bikin gue teringat sesuatu. Ketika dansa, posisi tangan cewe ada di atas bahu cowok dan tangan cowok di pinggang cewek. Entah kenapa gue merasa hal ini nunjukin juga bagaimana sebuah relationship dijalani dalam hidup. Dimana si cewek bertumpu pada si cowok dan si cowoklah yang bertanggung jawab atas keseimbangan berdiri si cewek. Kalau ceweknya kenapa-kenapa (misalnya mungkin posisi berdiri gak bener sampe badan mau jatuh), ada tangan si cowok yang siap "membetulkan" posisi berdiri si cewek.

Lalu, waktu si tutor mulai nyuruh kita ngikutin gerakan dasar dansanya, gue mulai bergerak bareng si partner. Karena gw masih pemula, gw belum paham arti "kalo cewek sama cowok dansa, si cewe gak perlu keluarin tenaga apa-apa dan gak usah tentuin kemana bergerak, karena itu semua ditentuin sama gerakan si cowok." Jadi, di awal dansa yang ada gue masih ada tenaga yang ngatur kemana tangan gue bergerak, kemana badan gue berbelok, kemana kaki gue melangkah. Contohnya, pas partner cowok gue ngedorong badan gue kesamping, iya badan gue bergerak ke samping, tapi masih agak gue tahan. Yang akhirnya dansanya malah jadi kaku dan gerakan kita berdua jadi gak enak.

Akhirnya, setelah beberapa kali ganti partner yang semuanya baik banget ngajarin sambil dansa (mulai cari dari yang ganteng-tapi-nari-biasa-aja sampe yang udah-agak-tua-tapi-skillnya-oke sampe yang lumayan-ganteng-sih-tapi-aduh-kok-keringetan-tapi-jago-sih-narinya) dan nari 2 sore berturut-turut, gw mulai mengerti apa itu menari dengan hanya mengikuti kemana si partner cowok mengarahkan tariannya.


Pas akhirnya gue istirahat dan cuma duduk nikmatin orang-orang yang pada nari, gue mikir, "nari ini bener-bener kayak prinsip hubungan cewek-cowok ya." Dimana memang cowoklah yang menjadi pemimpin dalam hubungan, cowoklah yang punya kuasa lebih besar kemana hubungan bergerak atau mengarah, cowoklah yang menentukan langkah apa yang berikutnya harus diambil.

Dan setelahnya si partner cewek hanya tinggal perlu mengikuti, dengan penyesuaian sedikit disini dan disitu, supaya akhirnya gerakan tariannya (relationship-nya) jadi enak untuk dua orang itu gak bosen terus menari. Bahkan, bikin orang luar yang ngeliatnya pun jadi pengen ikutan nari.

Sebaliknya ketika ceweknya terlalu mengatur gerakan apa yang harus diambil selanjutnya pas dansa atau terlalu kaku dalam bergerak/merespon arah dansa si cowok, yang ada akhirnya dansanya jadi kaku, langkahnya berat, capek dan orang yang ngeliatpun gak enak rasanya. Karena semua gerakan (dalam hal ini, langkah yang diambil dalam sebuah hubungan) sudah ditentukan oleh si cowok. Yang memang sudah nature-nya punya ego lebih besar, power yang besar dan menjadi leader bagi si cewek. Dan sebagai cewek, kitapun harus percaya dengan langkah yang diambil si cowok. Bukannya malah ikutan menentukan langkah apa yang harus diambil saat berdansa atau melawan dengan munculin langkah baru lain atau berusaha mengontrol gerakan. Tapi yang ada kita mendukung gerakan dansanya dengan respon tarian yang cantik. Kalau bahasa rektor gue dulu... gracefully.


Jadi memang benar ya... It takes two to tango, on the dance floor called respect and trust. Si cewek mempercayakan gerakan tarian (arah/langkah dalam hubungan) kepada si cowok, si cowok menghormati keberadaan si cewek dengan memberi dia ruang untuk merespon dengan tarian yang... gracefully (aduuhhh gue gak bisa nemu padanan kata untuk ini argh!).



0
comments

Tuesday 10 September 2013

Teman yang Sederhana

Rasa ingin sembunyi dari bisingnya dunia itu makin sering hadir.
Makin lama sepertinya kamu ingin pergi dari orang-orang yang terus membuatmu tertawa, yang terus membuatmu bergerak, yang terus membuatmu melompat.

Terkadang sepertinya yang kamu butuhkan hanya berada dengan satu atau dua orang.
Satu atau dua orang yang dengan mereka kamu bisa melakukan hal yang sederhana.
Orang yang bisa kamu ajak bicara, orang yang tidak cuma merespon ceritamu dengan candaan untuk membuatmu kembali tertawa.
Orang yang dengannya kamu tidak pernah merasa lelah karena dengannya kamu tidak harus banyak berlari.
Orang yang bisa membuatmu merasa nyaman saat berdiam satu sama lain.
Orang yang dengan mereka kamu bisa berdiskusi dalam kecepatan yang lebih lambat, tidak diburu-buru.
Orang yang tidak perlu selalu berencana, tapi juga tidak terus harus melakukan segalanya dengan spontan.

Orang yang dengannya kamu bisa menikmati dunia dengan cara yang lebih sederhana.

0
comments

Wednesday 24 July 2013

Inginnya Hati

Hanya Isyarat

Aku menghela napas.
Kisah ini terasa semakin berat membebani lidah.
Aku sampai dibagian bahwa aku telah jatuh cinta.
Namun orang itu hanya mampu kugapai sebatas punggungnya saja.

Seseorang yang cuma sanggup kuhayati bayangannya dan tak akan pernah kumiliki keutuhannya.
Seseorang yang hadir sekelebat bagai bintang jatuh yang lenyap keluar dari bingkai mata sebelum tangan ini sanggup mengejar.
Seseorang yang hanya bisa kukirimi isyarat sehalus udara, langit, awan, atau hujan.
Seseorang yang selamanya harus dibiarkan berupa sebentuk punggung,

Karena kalau sampai ia berbalik niscaya hatiku hangus oleh cinta dan siksa...


dee lestari
0
comments

Saturday 20 July 2013

Kado Terakhir

Udah lama banget sejak gue terakhir sharing cerita di blog ini. Dalam jangka waktu sejak cerita terakhir (Desember) sampai saat ini, bisa gue bilang, hidup gue melihat banyak hal baru. Awal tahun, gue berangkat ke London untuk lanjut kuliah. A lot of magical things happened in between my last times in Jakarta and the first weeks I settled down in the new city.

Beberapa minggu sebelum berangkat, melihat apa yang teman-teman gue lakuin, I know I am one of the luckiest, happiest, blessed persons on earth. Mereka mau menyisihkan waktunya untuk ketemu, ngobrol, bahkan sampai kasih surprise di weekend terakhir gue di Jakarta. Mereka bahkan ada yang sampai datang ke rumah gue sebelum gue berangkat ke bandara, bahkan ada juga yang datang mengantar ke bandara padahal waktu itu Jakarta lagi macet dan hujan besar. Sedih sih waktu itu. Tapi entah kenapa, rasanya kok kayak gue gak akan jauh dari mereka walau udah bakal beda benua. Thanks to skype, whatsapp, line, viber, tango, facebook dan teman-temannya itu.






Lalu, akhirnya tiba gue masuk ke ruang tunggu bandara bersama empat orang asing yang baru gue temui sekali, satu bulan sebelumnya. Yang terlintas di pikiran gue waktu itu adalah, "Here you go, Bi. Meet your new family and Dear God, please make things go fine and smooth as planned." Masuk pesawat, terbang 8 jam, transit di Doha 1 jam, langsung terbang lagi 8 jam dan akhirnya... selamat datang di London Heathrow International Airport.

Waktu gue baru sampe, langit London kelabu setengah mati. Kemana mata melihat warnanya cuma abu-abu gelap. Gloomy. Dingin. Suhu 2 derajat. Rasanya kayak dari gurun terus dimasukin ke ruang pendingin daging. Belum lagi ditambah rasa deg-degan karena tiba di tempat asing dan super jauh dari rumah. Kalau ada apa-apa, urus sendiri.




Setelah selesai urus barang, mobil yang gue tumpangi keluar dari parkiran, dan... "Welcome to London, Bi!" Suasana di kanan kiri jalanan udah beda, banyak pohon-pohon meranggas. Bentuk rumahnya sudah kecil-kecil compact tingkat dua. Mobil-mobilnya semua jenis city car. Gue pun kemudian tiba di tengah kota sekitar 30 menit kemudian. Gue mulai ngelewatin bangunan bentuk rumah berjejer tingkat dua, lapangan alun-alun, sungai, bianglala, jam besar, deretan jalan penuh toko yang gue tebak sebagai Kensington, Trafalgar, London Bridge, Thames River, London Eye, Big Ben dan Oxford Street.

Sampai di rumah, gak lama gue dan temen-temen didatengin sama mahasiswa senior yang sudah di London sejak tahun lalu. Malam itu kita semua diajak ke shopping centre dekat rumah untuk beli berbagai keperluan dan makan malam pertama di London dengan.. McDonald :)

Dan sejak hari itu, petualangan gue di London dimulai. Setiap hari, gak peduli cuaca sedingin apapun, maunya jalan keliling kota. Keluar masuk tube station, jalan dengan langkah super cepat kayak abis nyuri bank, ngeliat berbagai landmarks, taman, area perbelanjaan, istana, stadion bola. Nama-nama tempat seperti London Eye, Westminster Abbey, Big Ben, Kensington Palace, Buckingham Palace, St. Paul's Cathedral, Trafalgar Square, Soho, Oxford Street, Piccadilly Circus, Hyde Park, Baker Street, London Bridge, Thames River, Underground, Double decker bus, Emirates Stadium, Stamford Bridge, yang tadinya cuma pernah didenger atau baca atau lihat di televisi, mulai muncul di depan mata satu persatu. Secara langsung. Bahkan kuping rasanya seneng banget denger orang ngomong logat British.








Inggris memang dikenal dengan cuacanya yang super berantakan. Tapi seringnya, gak peduli cuaca seperti apa, mau hujan kek, dingin kek, ketampar butiran salju kek, pokoknya mau jalan ngeliat-liat kota. Sampai kadang, lupa kalau disini itu harusnya, kuliah! Hahahahaha...

Di London ini, terasa banget bahwa kota ini adalah kota yang jadi impian hampir setiap orang untuk didatangi. Setiap gue jalan, pasti ada berbagai bahasa yang gue denger. Mulai dari yang gw bisa kira macam spanyol, perancis, arab, korea, jepang, sampai yang aneh yang udah gak ketebak. Berbagai jenis orang pun ada disini. Malah bisa dibilang, sekali jalan keluar, denger bahasa asing 55%, bahasa Inggris 45%. Segala barang yang dicari juga ada disini, segala jenis pendidikan formal maupun informal juga curiganya ada disini. Pendidikan yang pasti udah dianggap wah sama orang, padahal harus liat-liat juga gimana institusinya.





Sudah lima bulan gue tinggal di kota ini, lama-lama rasanya seperti udah gak asing lagi. London lama-lama terlihat se-'biasa' Jakarta. Berbagai attractionsnya udah jadi pemandangan sehari-hari. Udah gak misuh-misuh lagi sama cuacanya yang brutal.

Tapi di sisi lain, tetep aja, setiap kali ngeliat landmarks yang bikin kota keliatan cantik, selalu kelintas pikiran, "Bi, elo di London. Ini London, Bi. Dan lo disini bukan cuma buat liburan sebentar atau apa, tapi lo tinggal dan sekolah disini." Dan setiap kali itu juga, gue akan mendadak teringat dan kangen bokap. Kalau pertengahan tahun lalu bokap gak maksa gue untuk coba ambil sekolah kesini, yang namanya Big Ben atau London Eye atau Buckingham Palace atau 10 Downing Street mungkin tetap cuma jadi barang yang cuma bisa gue tahu dari majalah atau televisi. Kalau bokap gak ingetin gue untuk "just give it a shot", gw gak mungkin bisa nikmatin rasanya tinggal di kota yang salah satu jadi kiblat dunia, bisa tahu bagaimana kehidupan di benua sebelah, bagaimana ada banyak kesempatan besar di kota yang super ini.




Setiap kali gue liat landmarks kota ini, atau ngelewatin area terkenal disini, pengen rasanya supaya bokap ngeliat hal yang sama seperti yang gue liat saat itu. Pengen rasanya cerita sama bokap hal baru yang gue temuin disini. Pengen denger bagaimana pendapat dia soal hidup gue di London. Pengen cerita sama bokap bahwa gue "kecebur" di kumpulan temen-temen yang super baik disini. Pengen bilang bahwa anaknya bahagia bisa ngeliat dunia baru. Pengen denger nasihat-nasihat dia tentang etika hidup itu harus bagaimana. Bahkan, gue kangen diomelin dia kalau dia tahu anaknya ini kerjaannya begadang dan banyak main di London sini.

Makin kesini, gue pikir, mungkin London ini adalah kado terakhir bokap buat gue. Bokap tahu bagaimana dulu gue punya keinginan lain tentang sekolah bachelor gue. Dan bagaimana akhirnya disitu posisinya bokap gue yang menang. Dan sejak lulus kuliah, gw ngotot pengen lanjut Master di luar, bukan di dalam negeri seperti yang dia pengen. Argumen dia, "Kalau nanti tiba-tiba Papa sakit terus gak bisa bertahan lama, kamu gak ada disini. Atau kalau kamu sakit kenapa-kenapa, Papa susah nemuin kamu secara cepat." Sampai dua tahun lalu, gue masih gak dibolehin sekolah ke luar negeri.

Dan tiba-tiba, pertengahan tahun lalu, dia maksa gue pergi sementara guenya udah gak se-ngotot dulu. Dan dua bulan setelah dia maksa gue sekolah ke luar negeri, tiga minggu setelah dia tahu gue diterima di sekolah itu, ternyata dia yang pergi duluan.

Entah kenapa, segala urusan gue di London ini terasa mudah. Assignments dari kampus lancar gue kerjain, ujian pun begitu. Ngatur hidup disini juga terasa mudah. I do miss my friends and family back in Jakarta, even the chaos on the city's street, but slowly but sure, the sense of comfort of living in this big city grows gradually. Dan karena di segala sesuatu yang gue lakuin itu terasa mudah, gw merasa seperti ada yang bantu gue memudahkan dan melancarkan itu semua.

Mungkin, Tuhan memang menghendaki segalanya jadi mudah buat gue. Atau, mungkin bokap merayu Tuhan diatas sana supaya segalanya mudah buat gue yang hidup sebatang kara di kota ini dan mungkin dia ikut membantu gue dari samping gue atau mungkin dia menolong gue lewat temen-temen gue disini. Sungguh gue bakal bahagia setengah mati kalau memang betul bokap ada berdiri di samping gue selama ini. Gak apa-apa rasanya walaupun gue gak bisa melihat.

Papah, terima kasih ya.



0
comments

Friday 19 July 2013

Alone in the Crowd

Have you ever felt the times when...
You have got a lot of friends surround you to spend the days with,
But you have got no one to talk with?
0
comments

Wednesday 23 January 2013

Isyarat Hati


Kekasihnya begitu dekat secara nyata, bukan lagi di alam simulakrum. Tapi bergerak seinci pun Ia tak bisa. - Supernova: Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh by Dee Lestari
0
comments

Miss You Too Much

This was what happened when I went to a restaurant with a friend and ordered our food after spending a super-nice 8 days with you.


Me: "Ok. gue mau pesen bubur sama es teh manis aja. Lo udah tau mau makan apa?"
My friend: "Gue mau minum aja."
Me: "Buburnya satu, Es teh manisnya satu ya."
Waiter: "Baik. Ada lagi, mbak?"
Me: "Es teh tawarnya satu. Oh ya jangan lupa kecap manisnya."
My friend: "Es teh tawar buat siapa, Bi? Orange juice nya satu ya mbak."


I was so used to with your Es teh tawar and kecap manis when we ordered the food. I guess i just miss you too much.
0
comments

Monday 14 January 2013

Catatan Flores (4)

Awal melangkah di tahun ini
Tidak satupun khayalan akan dirimu beri satu cerita dalam hidup
Senyummu perlahan racuni otakku
Harum tubuhmu kacaukan keseimbangan hatiku
Tatap matamu getarkan dinding pertahananku

Puluhan malam aku lewati dengan kau terus menari disitu
Datang memberi rasa misterius yang mati-matian aku coba kira
Sabar berharap pada mungkinnya engkau berjalan ke arahku meski perlahan

Namun nyatanya engkau hanya berdiri diam
Entah ragu entah coba pelan-pelan menghilang
Tapi biar saja hati ini terus mencinta
Setia terus menikmati indahnya sinarmu
Meski cuma melangkah sendiri

01.01.13 - Maumere to Koka Beach
0
comments

Catatan Flores (3)

Pernahkah engkau rasakan
Rindu sebegini perihnya?
Cinta sebegini berharapnya?
Hati yang sebegini ingin memilikinya?

Sungguh hadirmu di sampingku terus menerus
Meruntuhkan segala dinding yang susah payah aku bangun
Tanpa engkau tahu
Sebegitu berhasilnya engkau acak-acak akal sehat yang otak coba pertahankan

Teruslah lakukan apa yang engkau mau
Lemparkan saja segala kata yang terus kikiskan benteng perlindungan ini
Meski semua cuma kosong tanpa arti
Aku siap terima
Karena aku ingin kamu
Karena aku cinta kamu

30.12.12 - Bajawa to Ende
0
comments

Catatan Flores (2)

Kapan engkau tahu bahwa sebenarnya hati ini rindu?
Berada dalam satu ruang, satu waktu
Tapi hati cuma bisa memandang perih pada keberadaanmu

Jiwa ini ingin kamu
Akal ini mau dirimu

Angin sampaikan ingin ini pada dirinya
Langit tuliskan rinduku hanya untuknya
Bilang padanya aku cinta
Katakan pada aku ingin dia

29.12.12 - Riung to Bajawa
0
comments

Catatan Flores (1)

Menjalani hari bersamamu
Walau hanya sementara
Aku Tuhan sungguhlah baik

Menikmati semyummu semauku
Menunggui detik untuk berbagi tawa
Menikmati setiap ketukan waktu
Meresapi hadirnya dirimu
Denganmu, bersama di satu ruang

Haruskah semuanya berhenti di satu titik?
Apakah akan tiba waktunya kita berbalik arah dan biarkan apa yang tertulis di hati jadi milik sendiri?
Apa yang akan engkau katakan jika aku ingin habiskan hari bersamamu, tanpa batas waktu?
Kalau aku ingin kita satu?

28.12.12 - Maumere to Moni
 

Copyright © 2010 Fiction of Truth | Blogger Templates by Splashy Templates | Free PSD Design by Amuki