Dari dulu, saya selalu suka dengan nama Rakata
Semua orang, termasuk saya, pasti penasaran sama yang namanya Krakatau, gunung berapi di Selat Sunda yang lokasinya ga jauh dari pusat kota
Semakin saya dewasa, saya semakin suka menantang diri "masa phobia naik kapal nyebrangin lautan sih?!"
Dan saya sering berpikir, "Camping beneran kayak apa ya rasanya?", "Ih, kayak apa sih rasanya naik kapal dan kena badai di tengah laut?"
Dan ga disangka-sangka, semua itu ketemu jadi satu waktu saya putusin ikut trip Krakatau-Ujung Kulon awal April lalu.

Berangkat dari Carita dan bergoyang-goyang di kapal kayu selama 3 jam (sambil kerja di setengah perjalanan),
Sampai di Pulau Rakata dan ketemu biawak disana,
Makan siang di bawah rimbunan pohon hutan pinggir pantai Rakata sambil ngeliatin Krakatau batuk,
Nginjekin kaki di pulau Anak Krakatau dan megang pasir hitam halusnya,
Trekking ke punggung gunung Krakatau dan ngeliat mesmerizing view Selat Sunda dari lereng Krakatau,
Duduk di punggung Krakatau dengan angin yang superrrrrr kenceng,
Camping dengan tidur beralaskan pasir, berselimut sleeping bag, beratap langit malem dengan bintang yang rame dan diguyur hujan subuhnya,
Nekat berlayar dari Anak Krakatau ke Pulau Panaitan di Ujung Kulon dan akhirnya terjebak di tengah badai sampai tidak terlihat apapun di kanan kiri kapal,
Mendapat pemandangan Krakatau meski kapal lagi digoncang ombak karena badai,
Kehilangan sendal jepit kesayangan di Pantai Carita sebelum akhirnya laut dengan baik dan ajaibnya mengembalikan sendal itu ke saya esok paginya,
Tidur-tiduran di pasir putihnya dan nikmatin langit birunya Pantai Tanjung Lesung,
Nikmatin sunset super cantik dari dalem mobil sambil meratap karena ga bisa dipotret sunsetnya,
Snorkeling dengan ancaman terjebak diantara terumbu karang di Tanjung Lesung,

Belajar bahwa alam punya kekuatan yang jauh lebih besar daripada manusia,
Belajar bahwa manusia memang makhluk yang saling membutuhkan dan harus saling membantu,
Belajar menyadari bahwa saya ternyata menyukai kehidupan yang tidak terkontaminasi terlalu banyak teknologi karena ternyata tidak ada sinyal di hampir sepanjang perjalanan,
Belajar bahwa saya mulai tidak bisa memilih, pantai atau gunung,
Belajar untuk tidak menjadi seseorang yang eksklusif,
Belajar untuk menerima kondisi apapun dalam hidup,
Belajar bahwa rokok bisa menjadi juga menjadi "survival kit" yang ampuh,
Belajar untuk tidak sembarangan mengucap keinginan,
Belajar bahwa ungkapan "we don't know what we got 'till it's gone" memang benar,
Belajar bahwa bahwa melipir ke remote area bersama orang-orang baru memang cara yang sangat ampuh untuk melupakan penat pikiran dan beban yang ngeganjel di dalam diri saya dua bulan belakangan ini,
Garis putih dan titik-titik: rute seharusnya
Titik merah: Lokasi terjebak badai
Garis kuning: Rute baru yang dibuat secara dadakan
Sampai akhirnya Krakatau yang cantik serta pulau-pulau di sekitarnya yang masih asli dan badai di laut, berhasil nyulik gue dari dan melupakan kehidupan yang sudah gue jalanin bertahun-tahun ini dan merasakan punya hidup yang benar-benar baru selama ada diantara mereka, bahwa hidup terasa hanya ada di waktu sekarang dan menjalani apa yang ada di depan mata, tanpa masa lalu, tanpa masa yang akan datang.

Ps. jalan-jalan petualangan kedua yang membuat saya tidak ingin kembali ke Jakarta
Semua orang, termasuk saya, pasti penasaran sama yang namanya Krakatau, gunung berapi di Selat Sunda yang lokasinya ga jauh dari pusat kota
Semakin saya dewasa, saya semakin suka menantang diri "masa phobia naik kapal nyebrangin lautan sih?!"
Dan saya sering berpikir, "Camping beneran kayak apa ya rasanya?", "Ih, kayak apa sih rasanya naik kapal dan kena badai di tengah laut?"
Dan ga disangka-sangka, semua itu ketemu jadi satu waktu saya putusin ikut trip Krakatau-Ujung Kulon awal April lalu.
Berangkat dari Carita dan bergoyang-goyang di kapal kayu selama 3 jam (sambil kerja di setengah perjalanan),
Sampai di Pulau Rakata dan ketemu biawak disana,
Makan siang di bawah rimbunan pohon hutan pinggir pantai Rakata sambil ngeliatin Krakatau batuk,
Nginjekin kaki di pulau Anak Krakatau dan megang pasir hitam halusnya,
Trekking ke punggung gunung Krakatau dan ngeliat mesmerizing view Selat Sunda dari lereng Krakatau,
Duduk di punggung Krakatau dengan angin yang superrrrrr kenceng,
Camping dengan tidur beralaskan pasir, berselimut sleeping bag, beratap langit malem dengan bintang yang rame dan diguyur hujan subuhnya,
Nekat berlayar dari Anak Krakatau ke Pulau Panaitan di Ujung Kulon dan akhirnya terjebak di tengah badai sampai tidak terlihat apapun di kanan kiri kapal,
Mendapat pemandangan Krakatau meski kapal lagi digoncang ombak karena badai,
Kehilangan sendal jepit kesayangan di Pantai Carita sebelum akhirnya laut dengan baik dan ajaibnya mengembalikan sendal itu ke saya esok paginya,
Tidur-tiduran di pasir putihnya dan nikmatin langit birunya Pantai Tanjung Lesung,
Nikmatin sunset super cantik dari dalem mobil sambil meratap karena ga bisa dipotret sunsetnya,
Snorkeling dengan ancaman terjebak diantara terumbu karang di Tanjung Lesung,
Belajar bahwa alam punya kekuatan yang jauh lebih besar daripada manusia,
Belajar bahwa manusia memang makhluk yang saling membutuhkan dan harus saling membantu,
Belajar menyadari bahwa saya ternyata menyukai kehidupan yang tidak terkontaminasi terlalu banyak teknologi karena ternyata tidak ada sinyal di hampir sepanjang perjalanan,
Belajar bahwa saya mulai tidak bisa memilih, pantai atau gunung,
Belajar untuk tidak menjadi seseorang yang eksklusif,
Belajar untuk menerima kondisi apapun dalam hidup,
Belajar bahwa rokok bisa menjadi juga menjadi "survival kit" yang ampuh,
Belajar untuk tidak sembarangan mengucap keinginan,
Belajar bahwa ungkapan "we don't know what we got 'till it's gone" memang benar,
Belajar bahwa bahwa melipir ke remote area bersama orang-orang baru memang cara yang sangat ampuh untuk melupakan penat pikiran dan beban yang ngeganjel di dalam diri saya dua bulan belakangan ini,

Titik merah: Lokasi terjebak badai
Garis kuning: Rute baru yang dibuat secara dadakan
Sampai akhirnya Krakatau yang cantik serta pulau-pulau di sekitarnya yang masih asli dan badai di laut, berhasil nyulik gue dari dan melupakan kehidupan yang sudah gue jalanin bertahun-tahun ini dan merasakan punya hidup yang benar-benar baru selama ada diantara mereka, bahwa hidup terasa hanya ada di waktu sekarang dan menjalani apa yang ada di depan mata, tanpa masa lalu, tanpa masa yang akan datang.

Ps. jalan-jalan petualangan kedua yang membuat saya tidak ingin kembali ke Jakarta
Photo courtesy of
Me
Mohammad Ikhsan
Abi Gembil
8 comments:
kapan2 ajak2 biiiii ;))
bener ya kiinn... nanti kalo gw jalan2 lagi insyaAllah lo ikut.
So far, feeling gw soal jalan2 selalu bener Kin. Kalo sampe dua hari terakhir gue ga ada feeling pingin ga jadi ikut jalan2, biasanya jalan2nya pasti menyenangkan...
aaah kalau gue beres kuliah gue mau keliling indonesiaaaa.
gue kebalik bat... jalan-jalan dulu, baru beresin kuliah... tapi trus kapan ngumpulin duit kuliahnyaaa???? hahahhahaa....
hoooo, mana potona...kekeke
iri to the max!!
iya miinn.. next time ada jalan2 gini, lo ikutan deh... bener2 jadi detox banget... walopun gw ga nyampe ke ujung kulon, gw ga ngerasa rugi.
selain dapet adventure alam, dapet juga "habbluminannas"-nya..
wew.... pengalaman yang asyik tentunya....
Post a Comment